Keputusan ini adalah untuk pertamakalinya dilakukan di Pemerintahan AS untuk menggunakan software Open Source secara umum untuk berbagai aplikasi internal Departemen Pertahanan AS melalui sebuah UU Anggaran Biaya. Di Brazil, Negara-negara Amerika Latin, dan Uni Eropa, penggunaan software Open Source telah lama ditetapkan sebagai pilihan utama bagi pemanfaatan aplikasi-aplikasi Teknologi Informasi di Pemerintahan.
Indonesia juga tidak ketinggalan dalam pemanfaatan software Open Source dengan telah disepakatinya Kerjasama Pemanfaatan Open Source bagi 18 Departemen Pemerintahan RI pada akhir bulan Mei 2008, saat berakhirnya IGOS Summit-II (Indonesia Go Open Source). Penggunaannya yang telah mulai dilaksanakan adalah untuk aplikasi perkantoran (Open Office), e-Government, e-Procurement, e-Learning dan aplikasi lainnya.
Dalam mencapai keputusannya, Komisi DPR AS memberikan alasan bahwa penggunaan software Ope Source secara umum dapat memberikan penghematan biaya yang subtansial ditengan makin kompleks-nya Sistem Informasi Proprietary yang dipergunankan sehingga menimbulkan kerawanan terhadap serangan hackers dan para pembobol keamanan Sistem Informasi lainnya. Software Open Source juga terbukti memberikan keamanan Sistem Informasi yang lebih baik dari pada software Proprietary, yang dihasilkan dari sistem yang lebih handal dan minimnya serangan gangguan keamanan terhadap sistem Open Source.
Dengan masih berlangsungnya Krisis Finansial Global sejak Oktober 2008 yang lalu, maka keputusan DEPHAN AS itu merupakan keputusan yang tepat, sebab dapat memberikan solusi bagi pengurangan biaya-biaya Pemerintahan Amerika Serikat. Hal yang sama juga berlaku bagi Pemerintahan negara-negara lainnya, termasuk Indonesia, serta Perusahaan-perusahaan Swasta, UKMK, serta individu anggota masyarakat.
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, penggunaan Open Source juga akan dapat menghemat Devisa Nasional yang langka, melepaskan diri dari ketergantungan asing, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia Indonesia, meningkatkan pemerataan penghasilan bagi masyarakat luas dan mensejahterakan bangsa.
Silahkan ditanggapi.
------------------------------------------------------
Referensi Berita: CNET
As Government Computer News reports, the U.S Department of Defense has singled out open staukanhanan ource in the National Defense Authorization Act for Fiscal Year 2009 (H.R. 5658). The gist? The Defense Department sees open source as a way to cut costs and boost security, and it wants more of it.
While open source has attained legislative approbation in Latin America and elsewhere, this is first time I can remember seeing it in a Congressional bill.
Currently, the open-source language is focused on aerial vehicles, but it's instructive all the same:
The committee is concerned by the rising costs and decreasing security associated with software development for information technology systems. These rising costs are linked to the increasing complexity of software, which has also resulted in increasing numbers of system vulnerabilities that might be exploited by malicious hackers and potential adversaries. The committee encourages the department to rely more broadly on (open-source software) and establish it as a standard for intra-department software development.
If you're an open-source project lead or commercial vendor, this language is a step in the right direction. If you're a proprietary-software vendor, well, perhaps you side with the Business Software Alliance (funded by Microsoft and others), which has been lobbying hard against the bill.
I don't personally feel that open source needs to be legislated to be adopted. Indeed, I'm aware of widespread adoption of open source within the Department of Defense already, commercial and otherwise. Perhaps this legislative action will accelerate adoption further, but again, I'm not sure that open source needs any assistance here. The cream has a way of rising to the top, and open source keeps rising.
Perhaps someone needs to introduce a bill to handicap open source's rise in order to help out those starving proprietary vendors? :-) (Source: Matt Asay - CNET)